Minggu, 30 Mei 2010

Aturan Penggunaan Helm SNI Dianggap Sepi

Kamis, 08 April 2010 | 11:25 WIB
Besar Kecil Normal

Polisi memberikan helm Standar Nasional Indonesia (SNI). TEMPO/Tony Hartawan
TEMPO Interaktif,Jakarta:Pemberlakukan ketentuan wajib menggunakan helm dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang efektif mulai 1 April lalu hingga saat ini masih belum optimal dipatuhi pengguna sepeda motor. Kurang intensifnya sosialisasi ditengarai sebagai penyebab utamanya.

“Harus diakui bahwa penggunaan helm SNI seperti yang diamanatkan Undang-undang No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 106 ayat 8, dalam waktu sepekan ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Terkesan sepi-sepi saja,” papar Edo Rusyanto, Ketua Bidang Penelitian dan Pengembangan Road Safety Association (RSA) saat dihubungi Tempo, di Jakarta, Kamis (8/4).

Minimnya sosialisasi baik yang menyangkut pemberlakuan beleid anyar itu, manfaat penggunaan helm yang berstandar, kualitas dan karakter helm yang berstandar, maupun bentuk yang diperbolehkan merupakan penyebab sikap tak acuh masyarakat.

“Semestinya Departemen Perhubungan dan Polisi gencar melakukan sosialisasi, dan jangan melakukannya dengan pendekatan razia. Masyarakat justeru bisa salah paham, dan konotasinya jelek,” tandas Edo .

Masih rendahnya penyerapan helm berstandar SNI oleh masyarakat juga diakui oleh John Manaf, Ketua Umum Asosiasi Industri Helm Indonesia (AIHI). Namun, menurut John, hal itu wajar karena pemberlakuan juga masih relatif baru.

“Kan masih seminggu, wajar kalau masih belum banyak orang membeli. Tetapi dari laporan sementara, sudah ada peningkatan penjualan meskipun masih kecil,” aku dia kepada Tempo di Jakarta, Kamis (8/4).

Meskipun demikian John mengaku optimistis penjualan helm berstandar itu akan meningkat pesat pada tahun ini. Selain penjualan sepeda motor tahun ini diperkirakan mencapai 6 juta unit, populasi motor lama juga cukup banyak sekitar 30 – 40 juta.

“Dalam undang-undang disebutkan bahwa pabrikan yang menjual motor baru harus memberikan satu helm berstandar SNI. Kemudian pemilik lama yang membeli helm baru. Sehingga tahun ini kami targetkan penjualan mencapai 24 juta buah helm,” paparnya.

John juga mengaku aturan yang mewajibkan pemakaian helm SNI itu akan efektif. Pasalnya, aturan itu merupakan undang-undang sehingga memiliki landasan hukum yang kuat. Kedua, alasan penggunaan helm berstandar juga sangat masuk akal yaitu untuk melindungi bagian terpenting dari tubuh yaitu kepala.

“Ini akan mengurangi risiko fatal bila terjadi kecelakaan. Kalau sekarang masih kecil pembelian oleh masyarakat, ini masalah waktu saja,” terang dia.

Sedangkan ihwal helm asal luar negeri yang masuk ke Indonesia , John mengaku tak jadi soal sepanjang produk tersebut memenuhi standar SNI yang diberlakukan oleh pemerintah. “Karena ini ketentuan universal yang ditetapkan oleh WTO (World Trade Organization), kalau produk kita mau masuk Amerika juga disyaratkan harus memenuhi standar negara itu. Begitu pun di Eropa, Jepang, dan sebagainya. Jadi fair kan , nah kita juga harus melindungi industri dalam negeri,” ujar John.

Sementara beberapa pengendara motor dan penjual helm yang ditemui Tempo mengaku meski sudah mendengar aturan wajib menggunakan helm SNI tetapi masih akan menggunakan helm yang ada.

“Sekarang yang penting itu bentuk helm dan ada tulisan SNI atau fungsinya. Kalau saya menggunakan helm AGM, ini impor harganya juag lebih mahal. Apakah harus beli lagi gara-gara tidak ada tulisan SNI,” kata Feriawan, karyawan perusahaan penyiaran di kawasan Kebon Jeruk.

Adapun Wasis, pedagang helm kaki lima di Srengseng Sawah mengaku tetap menjajakan helm non SNI. Pasalnya, permintaan dari konsumen masih ada. “Karena harganya lebih murah, yang tanpa tutup muka (half face) ini antara Rp 50 – Rp 60 ribu. Tetapi kalau ada yang cari standar (SNI) juga ada disini, cuma sampai saat ini masih belum ada yang beli,” aku Wasis.

ARIF ARIANTO

Tidak ada komentar:

Posting Komentar