Selasa, 30 November 2010

TUGAS PERILAKU KONSUMEN

RIDWAN, 11208050, 3EA12.

Pentingnya Perilaku Konsumen dalam Menciptakan Iklan yang Efektif
Oleh Ani Wijayanti Suhartono

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan teknologi, mulai bermunculan produk-produk baru. Persaingan semakin seru, masuknya pendatang baru membawa angin segar dalam kompetisi produk. Ketika pengiklan dihadapkan dengan kenyataan yang ada, salah satu cara yang paling tepat adalah melakukan riset perilaku konsumen untuk menciptakan iklan yang efektif.
Tujuan periklanan adalah membujuk konsumen untuk melakukan sesuatu, biasanya untuk membeli sebuah produk. Agar periklanan dapat menarik dan berkomunikasi dengan khalayaknya dalam cara tertentu sehingga membuahkan hasil yang diinginkan, para pengiklan pertama-tama harus memahami khalayak mereka. Mereka harus mengakrabkan diri dengan cara berpikir konsumen dengan faktor-faktor yang memotivasi mereka dengan lingkungan dimana mereka hidup.
Kebutuhan dan keinginan para konsumen terus berubah. Agar berhasil, para pemasar perlu bersungguh-sungguh berupaya untuk menentukan kebutuhan konsumen mereka sekarang. Perilaku konsumen menjadi dasar yang amat penting dalam pemasaran dan periklanan. Riset konstan terhadap perilaku konsumen dan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku pembelian sangatlah penting

PEMBAHASAN

Pengertian perilaku konsumen menurut Shiffman dan Kanuk (2000) adalah “Consumer behavior can be defined as the behavior that customer display in searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services, and ideas they expect will satisfy they needs”. Penertian tersebut berarti perilaku yang diperhatikan konsumen dalam mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi dan mengabaikan produk, jasa, atau ide yang diharapkan dapat memuaskan konsumen untuk dapat memuaskan kebutuhannya dengan mengkonsumsi produk atau jasa yang ditawarkan.
Selain itu perilku konsumen menurut Loudon dan Della Bitta (1993) adalah: “Consumer behavior may be defined as the decision process and physical activity individuals engage in when evaluating, acquiring, using, or disposing of goods and services”. Dapat dijelaskan perilaku konsumen adalah proses pengambilan keputusan dan kegiatan fisik individu-individu yang semuanya ini melibatkan individu dalam menilai, mendapatkan, menggunakan, atau mengabaikan barang-barang dan jasa-jasa.
Menurut Ebert dan Griffin (1995) consumer behavior dijelaskan sebagai: “the various facets of the decision of the decision process by which customers come to purchase and consume a product”. Dapat dijelaskan sebagai upaya konsumen untuk membuat keputusan tentang suatu produk yang dibeli dan dikonsumsi.

MODEL PERILAKU KONSUMEN

Konsumen mengambil banyak macam keputusan membeli setiap hari. Kebanyakan perusahaan besar meneliti keputusan membeli konsumen secara amat rinci untuk menjawab pertanyaan mengenai apa yang dibeli konsumen, dimana mereka membeli, bagaimana dan berapa banyak mereka membeli, serta mengapa mereka membeli.
Pertanyaan sentral bagi pemasar: Bagaimana konsumen memberikan respon terhadap berbagai usaha pemasaran yang dilancarkan perusahaan? Perusahaan benar-benar memahami bagaimana konsumen akan memberi responterhadap sifat-sifat produk, harga dan daya tarik iklan yang berbeda mempunyai keunggulan besar atas pesaing.
Strategi pemasaran, khususnya yang dikembangkan dan diterapkan oleh perusahaan yang berhasil, memiliki kekuatan besar terhadap konsumen dan masyarakat luas. Strategi pemasaran bukan hanya disesuaikan dengan konsumen, tetapi juga mengubah apa yang dipikirkan dan dirasakan oleh konsumen tentang diri mereka sendiri, tentang berbagai macam tawaran pasar, serta tentang situasi yang tepat untuk pembelian dan penggunaan produk. Ini tidak berarti pemasaran adalah kegiatan yang tidak tepat atau tidak etis.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU KONSUMEN
Menurut Philip Kotler dan Gary Armstrong (1996) keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli.

KESIMPULAN

Keinginan dan kebutuhan para konsumen terus-menerus berubah. Seandainya para pengiklan berharap dapat menarik dan berkomunikasi dengan khalayak, mereka harus mengakrabkan diri dengan cara berpikir para konsumen dengan faktor-faktor yang memotivasi mereka, dan dengan lingkungan dimana mereka hidup. Perilaku konsumen juga dipengaruhi oleh berbagai faktor pribadi dan psikologis yang mempengaruhi keputusan pembelian.. Dalam menciptakan iklan yang efektif perlu memperhatikan perilaku konsumen yang hendak dituju. Pengiklan harus mengetahui karakterisik konsumen, karena tujuan dari periklanan itu sendiri untuk membujuk konsumen untuk melakukan pembelian suatu produk atau jasa. Karena itulah riset perilaku konsumen yang didasarkan pada faktor budaya, sosial, pribadi serta psikologis menjadi faktor yang sangat penting dalam menganalisis kebutuhan dan karakteristik pembelian konsumen.

DAFTAR PUSTAKA

Brannan, Tom, Integrates Marketing Communications, Terj. Slamet, Jakarta: Penerbit PPM, 2004.
Goodman, Allison, The 7 Essentials of Graphic Design, Ohio: HOW Digign Books, 2001.
Kotler, Philip, Manajemen Pemasaran, Terj. Hendra Teguh dan Ronny A. Rusli, Jakarta: Prenhallindo, 1998.
Kotler, Philip dan Gary Armstong, Dasar-dasar Pemasaran, Terj. Alexander Sindoro, Jakarta: Prenhallindo, 1997.
Lee, Monle dan Carla Jhonson, Periklanan dalam Prespektif Global, Terj. Haris Munandar dan Dudy Priatna, Jakarta: Prenada Media, 2004.
Setiadi, Nugroho J., Perilaku Konsumen, Jakarta: Prenada Media, 2003.
Sutherland, Max dan Alice K. Sylvester, Advertising and the Mind of the Consumer, Terj. Andreas Haryono dan Slamet, Jakarta: Penerbit PPM, 2004.
Suyanto, M., Aplikasi Desain Grafis untuk Periklanan, Yogyakarta: Andi Offset, 2004.
Wibowo, Wahyu, Sihir Iklan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Senin, 29 November 2010

Review Jurnal 3

TEMA
WIRAUSAHA

Judul,Pengarang,Tahun
KEBIJAKAN PEMBERDAYAAN UKM DAN KOPERASI GUNA
MENGGERAKKAN EKONOMI RAKYAT DAN MENANGGULANGI
KEMISKINAN1
Oleh Ir. Wayan Suarja AR, MBA2,2007

LATAR BELAKANG & MASALAH
Sejak era orde baru masalah kemiskinan, pengangguran dan kesenjangan
penguasaan asset nasional merupakan masalah pelik yang menjadi kendala
dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumberdaya nasional.
Kondisi ini menjadi indikator bahwa masyarakat banyak belum berperan sebagai
subyek dalam pembangunan. Menjadikan rakyat sebagai subyek pembangunan
adalah memberikan hak-haknya untuk berpartisipasi dalam pembentukan dan
pembangian produksi nasional. Untuk sampai pada tujuan tersebut, rakyat perlu
dibekali modal material dan mental. Indikator ini juga telah menginspirasikan
perlunya pemberdayaaan ekonomi rakyat yang kemudian berkembang menjadi
isu untuk membangun sistem perekonomian yang bercorak kerakyatan.
Restrukturisasi ekonomi dengan sasaran menggerakan ekonomi rakyat
sesungguhnya bukan lagi dijadikan sebagai wacana, tetapi secepatnya harus
diaktualkan. Belum terlaksananya restrukturisasi ekonomi ini menjadi salah satu
sumber keterpurukan ekonomi sejak awal kemerdekaan sampai dengan
sekarang. Dalam hal ini Swasono dalam Nasution (1999) menyatakan
“Hubungan perekonomian sejak zaman kolonial sampai hingga sekarang tercatat
penuh dengan ketimpangan stuktural, antara lain berwujud Economic slavery,
berlakunya Poenale sanctie, Cultuur stelsel, berlakunya hubungan Toeanhamba,
Hubungan Taouke-kuli sampai kehubungan kerja inti plasma.
Hubungan yang demikian bukan merupakan ciri keadilan di bidang ekonomi,
yang tanpa adanya restrukturisasi melalui usaha menggerakan ekonomi tidak
akan dapat dihapuskan.
Berbagai pendapat dan harapan terus berkembang seiring dengan
berjalannya era reformasi, namun demikian usaha untuk menggerakan ekonomi
rakyat yang terutama bertujuan untuk mengurangi angka kemiskinan dan
pengangguran belum juga dapat terwujud. Kondisi seperti itu menyebabkan
sebagian orang menjadi pesimis, bahkan apatis tentang kesungguhan berbagai
rezim pemerintahan untuk menjadikan kemajuan ekonomi kaum papa sebagai
indikator keberhasilan pembangunan nasional. Yang terlihat bahkan sebaliknya
sebagian orang masih sangat mendewakan pertumbuhan sebagai indikator
keberhasilan pembangunan, walaupun kenyataan selama empat dekade terakhir
menunjukkan bahwa dengan semakin besar pertumbuhan juga semakin
memperbesar kesenjangan. Solusi yang dapat diambil untuk mengatasi masalah
ini mungkin harus berpaling kembali kepada UUD 1945, yang mengamanatkan
bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berasaskan
kekeluargaan. Implementasi dari amanat tersebut adalah dengan
mengikutsertakan semua warga negara untuk berpartisipasi dalam
pembangunan.
Menggerakan ekonomi rakyat sesungguhnya merupakan kewajiban
mutlak dari suatu negara. Bagi bangsa Indonesia yang berazaskan Pancasila,
menggerakkan ekonomi adalah untuk mencapai tujuan kemakmuran yang
dinyatakan dalam Sila ke Lima dari Pancasila yaitu, “Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia”. Sejalan pesan konstitusional tersebut dalam era Kabinet
Indonesia Bersatu (KIB) sekarang ini, prioritas pembangunan diarahkan pada
peningkatan kesejahteraan rakyat. Keinginan tersebut telah dituangkan dalam
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2005, tentang Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) tahun 2005-2009. Dalam Perpres
tersebut secara jelas dan tegas dinyatakan bahwa tujuan pembangunan adalah
difokuskan pada usaha mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Tujuan ini
akan dicapai dengan menggerakan semua kekuatan yang ada pada rakyat untuk
menggerakan roda pembangunan.
Aplikasi kebijakan perekonomian yang bercorak kerakyatan tersebut
dalam jangka pendek difokuskan pada tujuan yang mengurangi kemiskinan dan
pengangguran, berkurangnya kesenjangan antar daerah, meningkatnya kualitas
manusia yang tercermin dari terpenuhinya hak-hak sosial rakyat, membaiknya
mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumberdaya alam, serta meningkatnya
dukungan infrastruktur.
Berbicara masalah ekonomi rakyat nampaknya tidak akan terlepas dari
pembicaraan tentang UMKM, karena sampai dengan akhir tahun 2006 Badan
pusat statistik menginformasikan bahwa 48,528 juta (99,99%) unit usaha yang
ada di Indonesia adalah mereka yang tergolong dalam usaha mikro, kecil dan
menengah (UMKM). Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa menggerakan
ekonomi rakyat adalah identik dengan memberdayakan UMKM.
Metodologi Penelitian
Tujuan Penelitian
tujuan dan sasaran pembangunan yang tertuang dalam RPJM maka idealnya
sasaran dan prioritas kesejahteraan diusahakan melalui pemberdayaan usaha
mikro, kecil dan menengah (UMKM)
Kelompok usaha ini mampu menyerap tenaga kerja lebih kurang 87 %
dari jumlah tenaga kerja produktif yang tersedia. Sedangkan sumbangannya
terhadap PDB mencapai 54 %. Data tersebut mengindikasikan bahwa pada
dasarnya UMKM merupakan kelompok usaha yang memiliki potensi besar untuk
mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran. Keunggulan UMKM dalam
hal ini dimungkinkan karena adanya beberapa karakter spesifik UMKM,
Untuk menggerakan ekonomi rakyat sudah waktunya memutar jarum kompas
kearah pemberian kesempatan dan penciptaan iklim usaha yang kondusif bagi
UMKM dan koperasi. Komitment ini tidak saja diperlukan dikalangan pengambil
kebijakan, tetapi harus menjadi komitment semua pihak termasuk para, pakar
dan praktisi.


HASIL PENELITIAN
Berbicara masalah menggerakkan ekonomi rakyat sesungguhnya tidak
terlepas dari pembicaraan terhadap usaha memberdayakan UMKM, karena
sampai dengan akhir tahun 2006 BPS menginformasikan bahwa 48,258 juta,
atau 99,99 % unit usaha yang ada di Indonesia tergolong dalam kelompok
(UMKM).

KESIMPULAN
Jadi pemerintah harus memberikan pemberdayaan bagi wirausaha kecil dan menengah agar mengurangi angka kemiskinan.

Review Jurnal 2

TEMA :
Wirausaha

Judul, pengarang, tahun
PENGEMBANGAN LEMBAGA KEUANGAN NON BANK
UNTUK PEMBERDAYAAN UKM, OLEH INDRA IDRIS,JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I - 2006


Latar Belakang & Masalah

Penelitian ini berangkat dari latar belakang bahwa Jawa Timur mempunyai
andil yang cukup besar terhadap perkembangan ekspor nasional rata-rata berkisar
USD 5 milyar dengan kontribusi 11 % - 12 % dari ekspor nasional. Melalui kapasitas
industri besar, menengah dan kecil yang tersedia cukup besar maka suatu saat Jawa
Timur bias menjadi jaringan inter provinsi yang bisa memberikan sumbangan terbesar
setelah ekspor non migas. Tidak berlebihan Jawa Timur bisa memberi akses ke seluruh
provinsi terhadap barang-barang yang dihasilkan pelaku bisnis sektor riil dan non formal
(seperti : sektor hortikultura, perikanan, pertanian, perkebunan dan kerajinan).
Struktur ekonomi Jawa Timur 99,55% didominasi Usaha Kecil Menengah dan
Koperasi (UKMK), sedangkan usaha besar hanya 0,45%. Kontribusi UKMK terhadap
PDRB 50,12% dan penyerapan tenaga kerja pada sektor ini mencapai 91,66%. Bila
berpijak pada definisi industri kecil merupakan unit usaha dengan jumlah tenaga kerja
paling sedikit 5 orang paling banyak 19 orang dan industri rumah tangga adalah unit
usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk pengusaha (BPS, 1998)
maka dengan asumsi UKM rata-rata memperkerjakan 2 orang saja berarti terjadi
penyerapan tenaga kerja sebanyak 12 juta orang.
Eksestensi UKM dalam menunjang perekonomiaan nasional sangat diperlukan,
krisis ekonomi tahun 1998 telah membuktikan kemampuan UKM tetap bertahan dan
bahkan memberikan kontribusi 58,2% dari PDB nasional. Untuk itu pemberdayaan
UKM perlu mendapat perhatian dari berbagai pihak terutama dalam akses permodalan,
pengembangan pasar dan managemen. Dalam hal permodalaan, walaupun Bank
Indonesia mengalokasikan portofolio dalam jumlah cukup, namun kemampuan UKM
menyerap dana yang tersedia kurang dari 50%. Realisasi kredit UKM tahun 2002
sampai bulan oktober tersalur Rp. 27 T dari total portofolio Rp. 63,5 T (Darma Ali
2003). Pada sisi lain dikatakan pula bahwa realisasi tersebut 46% merupakan kredit
konsumtif. Jadi hanya sekitar 54% kredit yang tersalurkan pada UKM untuk kegiatan
produkltif atau untuk modal usaha.
Menurut ADB-TA, kekuatiran UKM dalam pengajuan kredit perbankan antara
lain : perusahaan dianggap tidak layak, kurang informasi, tidak memiliki agunan dan
NPWP. Suatu hal yang delematis, dimana pembiayaan UKM merupakan indikator
komitmen perbankan namun disisi lain UKM tidak mampu menarik dana perbankan
hanya karena persoalan bankable karena ketentuan prudential banking yang diterapkan
Bank Indonesia berpegang pada prinsip 5 C. Persyaratan bank teknis yang kaku ini,
menurut UKM bisa di atasi asalkan ada kesungguhan dan komitmen yang kuat untuk
benar-benar membantu UKM karena dari 5 C, ternyata 4 C yang lain umumnya dapat
dipenuhi UKM kecuali jaminan (collateral) yang sering menjadi hambatan.
Sebagai alternatif dalam menghadapi permasalahan permodal bagi pembiayaan
usaha UKM, maka banyak kalangan berpendapat perlu dikembangkan pembentukan
lembaga keuangan non bank antara lain : (1) Modal Ventura (ventura capital) dan (2)
Lembaga Penjamin Kredit (LPK).
Sehubungan dengan hal di atas maka permasalahan yang dikaji dfalam
penelitian ini : (1) Sejauhmana lembaga keuangan non bank dapat berperan sebagai
alternatif sumber pembiayaan dalam pengembangan UKM; (2) sejauhmana lembaga
keuangan non bank dapat diformulasikan dan direkomendasikan untuk pengembangan
UKM : dan (3) sejauhmana lembaga modal ventura dan LPK dapat menjadi alternatif
BUMD.

METODE PENELITIAN
Untuk tercapainya output yang diinginkan maka metode pengumpulan data
dilakukan melalui observasi langsung; koleksi data sekunder; survey baik dengan
wawancara maupun kuesioner kepada pihak-pihak terkait. Sedangkan teknik analisa
data yangdigunakan adalah dengan menggunakan analisa interaktif kwantitatif dan
kualitatif. Objek kajian adalah lembaga-lembaga keuangan non Bank, sedangkan
lokasi penelitian berada di kabupaten Pasuruan, Situbondo, Bondowoso dan Jember.

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan penelitian adalah : (1) Mengetahui peran Lembaga Keuangan
Non Bank dalam membantu pengembangan UKM; (2) Menemukan model Lembaga
Keuangan Non Bank yang dapat dikembangkan dalam mendukung pembiayaan UKM.
Manfaat yang diharapkan adalah : (1) Sebagai bahan kajian akademis yang
dipertanggung jawabkan untuk pengembangan lembaga keuangan non bank yang
credibel dan capabel; (2) Sebagai materi kebijakan bagi Pemda Tingkat I dan Tingkat
II untuk mendukung pembiayaan modal bagi pemberdayaan UKM di daerahnya.
Sedangkan lingkup penelitian mencakup :



HASIL PENELITIAN

Dari temuan penelitian diperoleh hasil bahwa Lembaga Keuangan Non Bank
(LKNB) yang ada di lokasi penelitian dananya bersumber dari pemerintah, koperasi;
joint ventura; dana pensiun; dana ansuransi; pasar modal; reksa dana; pengadaian
dan lainnya.


KESIMPULAN
Lembaga Keuangan Non Bank (LKNB) amat diperlukan dalam mendukung
percepatan pemberdayaan UKM terutama bagi UKM di plosok-plosok dan pedesaan
dimana akses lembaga perbankan masih terbatas. Termasuk dalam hal mendukung
program bagi penumbuhan unit usaha baru sebanyak satu juta sepuluh ribu unit bisnis pada tahun mendatang.

Review Jurnal 1

TEMA :
WIRAUSAHA

Judul, Pengarang, Tahun
KAJIAN USAHA MIKRO INDONESIA
(diringkas oleh : Joko Sutrisno dan Sri Lestari HS)

Latar Belakang & Masalah
Krisis ekonomi yang memporak-porandakan perekonomian nasional tahun 1997yang lalu membangkitkan kesadaran pentingnya peran Usaha Kecil dan Menengah. (UKM) sebagai . tulang punggung . perekonomian Indonesia. Berdasarkan kriteria BPS, jumlah usaha kecil di Indonesia tahun 2002 sebanyak 40.1195.611 usaha kecil dan 99,99 persen di antaranya atau 40.195.516 merupakan usaha mikro. Pengembangan UMKM saat ini dan mendatang menghadapi berbagai hambatan dan tantangan dalam menghadapi persaingan dunia usaha yang semakin ketat. Namun demikian dengan berbagai keterbatasan yang ada, UMKM masih diharapkan mampu menjadi andalan
perekonomian Indonesia.

Karakteristik yang dimiliki oleh usaha mikro mengisyaratkan adanya kelemahankelemahan yang potensial menimbulkan berbagai masalah internal terutama yang berkaitan dengan pendanaan. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan berbagi kemudahan dengan paket-paket kebijakan untuk mendorong kehidupan sektor usaha kecil tersebut. Misalnya, kredit usaha tani dan kredit usha kecil ( KUK), namun sayangnya apa yang telah dilakukan berkaitan dengan pemberian kredit tersebut, belum dirasakan manfaatnya keseluruh oleh sektor usaha mikro. Atas dasar potensi dan karakteristik tersebut, maka pemberdayaan usaha mikro dinilai masih strategis dan sangat penting dalam mendukung perekonomian nasional.

Peran strategis tersebut antara lain :

a. Dengan jumlah yang sangat banyak usaha kecil berpotensi menciptakan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat
b. Kontribusi terhadap PDB menurut harga berlaku sebesar 63,11 %
c. Usaha kecil merupakan pelaku ekonomi utama yang berinteraksi langsung dengan konsumen
d. Mempunyai implikasi langsung untuk meredam persoalan-persoalan yang berdimensi sosial politik, terbukti pada waktu krisis usaha kecil menengah memegang peran kunci dalam kegiatan produksi dan distribusi.

Oleh karenanya sangat penting untuk mengadakan kajian yang mendalam untuk mengidentifikasi profil, peran, permasalahan usaha mikro sekaligus merekomendasikan model pengembangan usaha mikro di Indonesia. Diharapkan dengan kajian ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan kepada pihak-pihak terkait khususnya pembuat kebijakan di sektor, usaha mikro, kecil dan menengah.


Tujuan dan manfaat

Kajian ini bertujuan untuk :

a. Mengetahui profil usaha mikro di Indonesia
b. Mengetahui permasalahan yang dihadapi oleh usaha mikro
c. Menyusun model pengembangan usaha mikro yang bersifat aplikatif.

Manfaat
Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rekomendasi yang aplikatif
dalam rangka merumuskan kebijakan pengembangan usaha mikro pada khususnya
dan pemberdayaan UMKMK pada umumnya.

METODE PENELITIAN

Ruang lingkup kajian meliputi:
a. Mengidentifikasi kondisi usaha mikro,(fokus kajian pada usaha mikro yang bergerak
pada usaha tanaman pangan semusim dan aspek perdagangan).
b. Mengidentifikasi masalah yang dihadapi usaha mikro dalam pengembangan
usahanya
c. Mengidentifikasi dukungan perkuatan bagi perkembangan usaha mikro dengan
mengkaji alternatif sumber pembiayaan lainnya (misal modal syariah, dan modal
ventura).

Prosedur Penelitian
Kajian ini dilaksanakan dengan methode survey dan diskusi daerah. Data primer diperoleh dari data lapang dengan cara wawancara menggunakan daftar pertanyaan, serta diskusi daerah. Data sekunder diperoleh dari berbagai referensi, laporan hasil penelitian, dan dokumen dari berbagai instansi terkait. Pengolahan data dengan cara tabulasi , sedang analisa data menggunakan analisa deskriptif sederhana.

KESIMPULAN

Jadi pengembangan usaha mikro merupakan program nasional yang memiliki peranan yang strategis karena merupakan bagian integral dari upaya pemerataan hasilhasil
pembangunan.